Membela Diri Saat Mengalami Kejahatan, Bagaimana Dasar Hukumnya?

admin

Membela Diri Saat Mengalami Kejahatan, Bagaimana Dasar Hukumnya

Membela Diri dari kejahatan dalam beberapa hari belakangan ini masyarakat di Indonesia dihebohkan dengan sebuah berita dari pulau Lombok. Nusa Tenggara Barat. Bagaimana tidak menjadi heboh. Ketika ada seseorang yang membela diri melawan komplotan begal dijadikan tersangka atas dugaan pembunuhan. Terhadap dua dari empat begal yang berusaha mencuri sepeda motornya. Kasus ini mencuri perhatian publik, karena dianggap tidak. “Masuk akal” ketika ada seseorang melakukan pembelaan diri untuk mempertahankan nyawa dan hartanya, justru dijebloskan ke penjara.

Peristiwa ini diawali dari seorang pria bernama Murtede alias Amaq Sinta berusia 34 tahun asal Lombok Tengah, NTB. Dilansir dari Kompas.com, dini hari tanggal 10 April 2022 Sinta saat itu hendak mengantarkan makanan dan minuman hanga. Dalam termos untuk keluarga yang sedang menjaga ibunya yang sedang sakit di rumah sakit di daerah Lombok Timur. Namun dalam perjalanan ternyata dirinya diikuti oleh empat orang begal. Sempat ditanya hendak kemana oleh para begal, tangan, pinggang, dan punggung Sinta langsung ditebas dengan menggunakan samurai.

Sinta pun tidak tinggal diam, dirinya melakukan perlawanan kepada keempat begal menggunakan pisau dapur kecil yang memang di bawanya dari rumah. Dua orang begal berakhir dengan hilang nyawa atas perlawanan yang dilakukan oleh Sinta, sedangkan dua orang lainnya melarikan diri. Saat ini, kasus Sinta sendiri sudah diambil alih oleh Polda NTB dan yang bersangkutan akhirnya dibebaskan dari status tersangka.

Melihat kasus ini, banyak masyarakat yang bertanya-tanya bagaimana jika kasus Amaq Sinta itu terjadi kepada kita? Apakah kita harus merelakan harta dan bahkan mungkin nyawa ketika diserang oleh komplotan begal? Menjawab pertanyaan tersebut.

pASAL kuhp untuk pembelaan terpaksa

Pada dasarnya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Telah mengaturnya sebagai alasan penghapusan pidana yang dikenal dengan istilah pembelaan terpaksa (noodweer) dan pembelaan terpaksa yang melampaui batas (noodweer exces). Keduanya diatur di dalam Pasal 49 KUHP yang terbagi menjadi dua ayat, yaitu :

  • Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum.
  • Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.

Menurut salah satu ahli hukum Andi Hamzah dalam bukunya Azas-Azas Hukum Pidana, mengatakan bahwa syarat untuk seseorang dapat melakukan pembelaan terpaksa berdasarkan Pasal 49 KUHP adalah :

  1. Pembelaan tersebut bersifat terpaksa;
  2. Yang dibela ialah diri sendiri, orang lain, kehormatan kesusilaan, atau harta benda sendiri atau orang lain;
  3. Ada serangan sekejap atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu;
  4. Serangan itu melawan hukum.

Maka dari itu Membela Diri terpaksa yang dilakukan oleh Amaq Sinta dalam kasus di daerah Lombok Tengah, sebetulnya dapat dijadikan sebagai pelajaran bagi pihak kepolisian maupun masyarakat secara luas bahwa sebetulnya yang dilakukannya tersebut tidak melawan hukum (walaupun menyebabkan terbunuhnya dua begal). Justru, hal tersebut dimungkinkan karena dirinya melakukan tindakan pembelaan atas kejadian yang telah mengancam jiwa dan harta bendanya.