Mendadak viral surat somasi yang dilayangkan oleh perusahaan penjual minuman teh dengan nama jual es•teh INDONESIA kepada seorang konsumen yang mengunggah cuitannya di twitter atas produk yang ia beli. Terlebih lagi CEO PT Esteh Indonesia Makmur ini adalah Nagita Slavina, seorang selebriti yang cukup terkenal.
Dari surat somasi yang dilayangkan, tersurat bahwa pihak es•teh INDONESIA keberatan dengan tulisan konsumen yang mengatakan produk minuman mereka seperti gula seberat 3 kg. Hal ini dapat menyebabkan pemberian informasi keliru kepada publik. Sekaligus dugaan mencemarkan nama baik. Oleh karenanya, pihak es•teh INDONESIA meminta cuitan tersebut dihapus. Dan agar konsumen memberikan klarifikasi, serta permintaan maaf dalam 2 x 24 jam.
Pasca somasi tersebut dilayangkan, sang konsumen pun mengunggah permintaan maafnya dengan memberikan klarifikasi secara rinci hal-hal yang tercakup dalam cuitannya. Dikutip dari cuitan di twitter (tanpa penulis edit):
“Selamat pagi, perkenalkan saya Gandhi sebagai pemilik akun twitter @gandhoyy yang pada beberapa hari lau saya membuat twit yang tidak mengenakkan kepada perusahaan minuman PT. ES Teh Indonesia Makmur yang dimana saya mencela produk yang saya konsumsi yang menyebabkan kerugian… pada perusahaan minuman terkait. Sehingga disini saya sendiri ingin memohon maaf kepada PT. ES Teh Indonesia Makmur karena saya telah membuat twit yang ramai diperbincangkan publik yang berhubungan dengan salah satu produknya yaitu ‘Chizu Red Velvet’ yang saya beropini dan juga.. sekaligus menjelekkan nama produk, pemberian informasi yang keliru, kandungannya, dan nama perusahaan. Sekali lagi saya memohon maaf terhadap twit yang saya buat atas pencemaran nama baik PT. ES Teh Indonesia Makmur. Terima kasih”
Berdasarkan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UUPK”), tercantum pada Pasal 4 bahwasanya konsumen mempunyai hak-hak yang dilindungi secara hukum, yaitu:
- hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
- hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
- hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai konsidi dan jaminan barang dan/atau jasa;
- hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
- hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
- hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
- hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
Penjelasan: Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif berdasarkan suku, agama, budaya, daerah, pendidikan, kaya, miskin dan status sosial lainnya.
- hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
- hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Sementara di sisi pengusaha diamanahkan oleh UUPK beberapa kewajiban yang tercantum di dalam Pasal 7, yaitu:
- beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
- memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
- memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
- menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
- memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
- memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
- memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Dari kedua pasal di dalam UUPK tersebut secara tertulis dapat diasumsikan bahwa konsumen mendapatkan perlindungan hukum saat ia hendak menyampaikan keluhan atas produk atau jasa yang ia konsumsi. Aau pergunakan sebagaimana tercantum di dalam Pasal 4 butir d UUPK. Perlindungan hukum terhadap hak konsumen menyampaikan keluhan ini pun dilengkapi dengan kewajiban dari sisi produsen untuk memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. Serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan (vide Pasal 7 butir b UUPK).
Merujuk kepada kasus es•teh INDONESIA yang dikomplain oleh konsumennya dengan mengatakan bahwa rasanya kemanisan seperti makan gula 3 kg. Hal ini terlihat subyektif dan konsumen menggunakan rasanya dalam mendeskripsikan kata “kemanisan” tersebut dengan menganalogikan seperti makan gula 3 kg yang superlatif. Walaupun belum tentu juga sang konsumen pernah merasakan makan gula sebanyak 3 kg. Keluhan berlandaskan subyektifitas, serta penggunaan kata-kata yang dianggap kurang santun tersebutlah yang dijadikan dasar oleh produsen es•teh INDONESIA melayangkan somasi dan mengatakan bahwasanya produsen merasa terhina/pencemaran nama baik.
Regulasi tentang pencemaran/pencemaran tertulis kita temui dalam Pasal 310 ayat (1) dan (2) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (“KUHP”), pada Bab XVI tentang Penghinaan yang berbunyi sebagai berikut:
- Barangsiapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah (dikalikan 1000[1]).
- Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah (dikalikan 1000).
Selain aturan dalam KUHP, penghinaan dan pencemaran nama baik di media sosial juga diatur dalam UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan perubahannya, yakni UU No. 19 Tahun 2016 (dalam tulisan ini keduanya selanjutnya disebut “UU ITE”). Adapun Pasal 27 ayat (3)UU ITE mengatur:
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.”
Lebih lanjut dalam Pasal 45 ayat (3) UU ITE dijelaskan mengenai ancaman hukumannya sebagai berikut:
“Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).”
Rasa terhina ataupun tercemarkan nama baiknya tentunya membutuhkan penilaian subyektif dari korban dan hal inilah yang menjadi dasar bagi korban untuk menentukan bagian mana yang dianggap penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, selanjutnya baru menjadi persoalan hukum bilamana ada pengaduan dari korban. Dengan langkah es•teh INDONESIA mengirimkan somasi tersebut, maka dapat dianggap es•teh INDONESIA memberikan penilaian subyektifnya atas peristiwa dimaksud.
Minuman es•teh INDONESIA ini merupakan golongan pangan siap saji sesuai dengan definisi Pasal 1 angka (2) dari Peraturan Menteri Kesehatan No. 30 Tahun 2013 tentang Pencantuman Informasi Kandungan Gula, Garam, dan Lemak serta Pesan Kesehatan untuk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji (“Permenkes 30/2013”) yang menyatakan bahwa “Pangan Siap Saji adalah makanan dan/atau minuman yang sudah diolah dan siap untuk langsung disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha atas dasar pesanan.”[2]
Selanjutnya dalam Pasal 5 ayat (1) Permenkes 30/2013 mewajibkan bagi setiap orang yang memproduksi pangan siap saji yang mengandung gula, garam dan/atau lemak wajib memberikan informasi kandungan gula, garam, dan lemak, serta pesan kesehatan melalui media informasi dan promosi. Kemudian dalam Pasal 5 ayat (3) Permenkes 30/2013 dijelaskan lebih lanjut yang termasuk dalam media informasi dan promosi dapat berupa leaflet, brosur, buku menu, atau media lainnya. Hal ini berbeda dengan pangan olahan yang wajib mencantumkan kandungan gula, garam dan lemak, serta pesan kesehatan pada label pangannya (vide Pasal 3 ayat (1) Permenkes 30/2013).
Dari pantauan penulis terhadap media promosi yang dilakukan oleh es•teh INDONESIA, informasi yang tersedia adalah jenis-jenis produk es teh yang dapat dipilih oleh konsumen beserta harganya, termasuk kegiatan corporate action.
Peristiwa es•teh INDONESIA ini melahirkan beberapa hal penting yang seharusnya menjadi perhatian kita bersama, yaitu:
- Produsen pangan siap saji wajib memberikan informasi yang jelas dan mudah didapat atas kandungan gula, garam dan/atau lemak yang terdapat di dalam produknya sebagaimana telah diatur di dalam Permenkes 30/2013, serta kewajiban bagi pelaku usaha agar memberikan informasi yang jujur tentang produknya sebagaimana diatur Pasal 7 butir b UUPK;
- Konsumen dalam memberikan keluhannya selayaknya mengedepankan itikad baik dan disampaikan secara obyektif, tidak berdasarkan “rasa subyektifitas” terlebih lagi menggunakan kata-kata yang tidak seharusnya.
Perlindungan hukum bagi hak konsumen untuk menyampaikan keluhan sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun hak konsumen lainnya pun masih banyak yang perlu dijaga oleh konsumen sendiri. Oleh karenanya, mempelajari dari beberapa kasus antara konsumen dengan produsen, perlindungan hak konsumen yang terbaik adalah memperhatikan hal-hal sebagai berikut dalam menyampaikan keluhan:
- Sampaikan keluhan dengan itikad baik.
- Sampaikanlah keluhan atau saran berdasarkan bukti yang obyektif dan tidak subyektif;
- Sampaikan melalui kanal-kanal keluhan yang sudah disediakan oleh penyedia jasa dan/atau penjual produk.
- Simpan bukti-bukti penyampaian keluhan tersebut. Dapat menjadi bukti bahwasanya konsumen telah berupaya menggunakan kanal yang disediakan.
- Usahakan sedapat mungkin tidak menggunakan kanal publik.
- Gunakan bahasa yang santun dan berniat untuk perbaikan layanan dan bukan menjatuhkan kredibilitas dari penyedia jasa dan/atau penjual produk.
- Tetaplah terbuka dengan solusi yang diberikan oleh sang penyedia jasa dan/atau penjual produk.
- Bila keluhan anda tidak ditanggapi dan dengan bukti-bukti yang sudah ada, konsumen dapat melanjutkan ke ranah hukum, diawali dengan mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa. Tunjuklah advokat untuk mendampingi anda bilamana anda tidak memiliki pengetahuan/keahlian hukum.
Baik dalam kehidupan nyata maupun di dunia maya, setiap orang pastinya menginginkan untuk dihormati, namun tiada manusia yang luput dari kesalahan ataupun kelalaian. Dengan mengedepankan itikad baik dan tenggang rasa, mari kita praktikkan penyampaian keluhan secara santun dan beradab. Bagi yang diberikan kritik pun semoga bisa berlapang dada dan memberikan solusi yang solutif untuk lebih baik lagi. Jadikan setiap kritik sebagai hadiah untuk perbaikan diri ataupun bisnis serta meningkatkan perlindungan hak konsumen.
[1] Peraturan Mahkamah Agung RI No.: 02 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP
[2] https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-6312345/bpom-buka-suara-soal-viral-es-teh-indonesia-wajib-cantumkan-kadar-gula