Refund yaitu sebagai pengembalian dana akibat dibatalkannya atau tidak dijalankannya suatu kewajiban. Oleh salah satu pihak dan mengharuskannya mengembalikan uang yang telah diterima dari pihak lain.
Berdasarkan KUH Perdata refund masuk dalam kategori ganti kerugian akibat tidak menjalankan suatu prestasi (wanprestasi). Wanprestasi terjadi apabila terjadi
- Tidak melakukan apa yang sudah mereka sanggupi untuk dilakukan
- Melakukan apa yang sudah menjadi kesepakatan tapi tidak sebagaimana yang sudah mereka janjikan
- Melakukan apa yang sudah mereka janjikan tapi terlambat
Dalam KUH Perdata wanprestasi bisa terjadi dalam jual beli barang maupun jasa dan bisa kita lihat di pasal 1236 yaitu. Apabila satu pihak tidak mampu untuk menyerahkan barang dan pasal 1239 apabila tidak mampu untuk melakukan perbuatan tertentu.
Konsekuensi KUH Perdata
Sebagai konsekuensinya KUH Perdata mengatur bahwa pihak yang telah wanprestasi harus melakukan penggantian biaya, kerugian dan bunga. Refund atau pengembalian biaya termasuk dalam salah satu jenis ganti kerugian.
Dalam hubungan Konsumen dan Pelaku Usaha perihal refund ini dapat kita atur dalam. Pasal 4 huruf (h) mengenai hak konsumen yaitu “hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian. Apabila barang dan/atau jasa yang sudah terima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;”
Dan juga sudah mereka atur dalam pasal 7 huruf g tentang Kewajiban. Pelaku Usaha yang mengatur “memberi kompensasi. Ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang sudah kita terima atau yang kita manfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.”
Sedangkan bagian lain yaitu pasal 19 ayat 2 sangat jelas yang sudah mereka atur tentang tanggung jawab pelaku usaha. Apabila akibat mengkonsumsi barang/jasa menimbulkan kerusakan, pencemaran dan atau kerugian konsumen.
Ganti rugi tersebut dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya. Atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Konsep Refaund
Konsep pengembalian dana atau refund terdapat juga dalam peraturan perunfangan tentang penerbangan yaitu pengembalian dana (refund) akibat pembatalan penerbangan.
Dalam Pasal 146 Undang Undang No. 1 tahun 2009 tentang penerbangan yang menyebutkan bahwa. “Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang akan kami terima karena keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi, atau kargo, kecuali. Apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut karena penyebabnya oleh faktor cuaca dan teknis operasional.”
Katagori Refaund
Kategori keterlambatan sendiri selanjutnya dapat kami atur dalam Peraturan Menteri No. 89 Tahun 2015 tentang. Penanganan Keterlambatan Penerbangan (Delay Management) Pada Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal Di Indonesia. Dalam Pasal 2 menyebutkan “Keterlambatan penerbangan pada badan usaha angkutan udara niaga berjadwal terdiri dari:
- Keterlambatan penerbangan (flight delayed)
- Tidak terangkutnya penumpang dengan alasan kapasitas pesawat udara (denied boarding passenger)
- Pembatalan penerbangan (cancelation off light).”
Ganti rugi akibat pembatalan penerbangan bisa kita lihat dalam pasal 9 ayat (1) butir f yang menyebutkan “keterlambatan kategori 6. ( Pembatalan penerbangan) badan usaha angkutan udara wajib mengalihkan ke penerbangan berikutnya. Atau mengembalikan seluruh biaya tiket (refund ticket); dan …”
Permenhub No 185 Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri menyebutkan tentang. Standar pelayanan pemesanan tiket (reservation) sebagaimana yang kita lihat dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b, antara lain:
- Media reservasi
- Contact person calon penumpang
- Prosedur perubahan tiket
- Pembatalan tiket dan jangka waktu pengembalian uang tiket (refund ticket).
Dari sini sangat jelas pembatalan penerbangan bisa mendapatakan konpensasi dengan pengembalian uang.
Dalam transaksi elektronik, pengembalian dana akibat pembatalan transaksi juga terdapat dalam. Pasal 71 Peraturan Menteri No. 80 tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yaitu.
“Setiap PPMSE dalam negeri dan/atau PPMSE luar negeri yang menerima pembayaran wajib memiliki. Atau menyediakan mekanisme yang dapat memastikan pengembalian dana Konsumen apabila terjadi pembatalan pembelian oleh Konsumen.”
Dari beberapa ketentuan yang sudah di bahas dapat kita tarik kesimpulan apabila terjadi pembatalan transaksi atau pembatalan pemakaian jasa. Maka pihak yang dirugikan akibat pembatalan tersebut harus diberikan ganti rugi berupa pengembalian uang atau pengembalian dana (refund).
Apa itu Refaund?
Refund yaitu berwujud pengembalian uang karena pihak yang telah memesan suatu barang atau jasa membayar dengan uang. Namun saat ini baik pedagang offline maupun online. Perusahaan pengangkutan mengambil inisiatif untuk memberikan refund dalam wujud lain misalnya voucher.
Pada dasarnya hal ini tidak bisa kita benarkan karena melabrak konsep dasar refund dan peraturan yang ada namun pada prakteknya karena dalam posisi terpaksa salah satu pihak menerimanya.
Sebagai contoh dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 25 tahun 2020 tentang. Pengendalian Transportasi Selama Masa Mudik Idul Fitri Tahun 1441 Hijriah Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Ganti rugi akibat pembatalan penerbangan pada tanggal 24 April 2020 sampai dengan tanggal 31 Mei 2020 yaitu pengembalian biaya tiket secara penuh atau 100% yang sudah mereka atur dalam Pasal 23 yang menyatakan
“Badan usaha angkutan udara wajib mengembalikan biaya tiket secara penuh atau 100% (seratus persen) kepada calon penumpang yang telah membeli tiket yang untuk perjalanan pada tanggal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1.”
Namun ternyata dalam pasal 24 mereka menyebutkan bahwa pengembalian biaya tiket secara penuh atau 100% tersebut tidak berbentuk uang namun dengan cara melakukan penjadwalan ulang (re-schedule). Melakukan perubahan rute penerbangan (re-route).
Mengkompensasikan besaran nilai biaya jasa angkutan udara menjadi perolehan poin dalam keanggotaan badan usaha angkutan udara yang dapat kita gunakan untuk membeli produk yang mereka tawarka. Oleh badan usaha angkutan udara atau memberikan kupon tiket (voucher ticket). Sebesar nilai biaya jasa angkutan udara (tiket). yang akan penumpang beli dapat kita gunakan untuk membeli kembali tiket untuk penerbangan lainnya dan berlaku paling singkat 1 (satu) tahun serta dapat melakukan perpanjangan paling banyak 1 (satu) kali.
Ketentuan tersebut sudah jelas bertentangan dengan UU Penerbangan dan beberapa Peraturan Menteri Perhubungan sebelumnya.
Besarnya Nilai Refund
Mengenai besarnya nilai refund bisa bergantung dari sisi mana pembatalan yang akan kita lakukan. Biasanya penjual yang membatalkan transaksi karena berbagai alasan misalnya dalam transaksi online barang yang sudah kita pesan/beli sudah habis atau ternyata barang palsu atau bekas sehingga kita membatalkan dengan pemilik platform maka penjual atau pemilik platform harus mengembalikan uang 100%.
Dalam dunia penerbangan pengaturan tentang jumlah refund sudah sangat jelas mereka sudah atur dengan baik karena pembatalan oleh maskapai maupun pembatalan oleh penumpang.
Jadi misalnya ada penumpang membatalkan penerbangan 72 jam sebelum penerbangan maka akan memperoleh paling sedikit 75% pengembalian uang. Sebaliknya apabila maskapai yang membatalkan penerbangan maka maskapai harus mengembalikan uang 100% kepada penumpang.
Jangka waktu pengembalian refundpun sangat beragam. Seharusnya yang bisa menjadi acuan adalah pasal 19 UU Pelindungan Konsumen yaitu pengembalian uang melakukan proses 7 hari setelah transaksi.
Aturan Penerbangan
Dalam aturan penerbangan ada ketentuan yaitu apabila penumpang melakukan pembayaran dengan uang tunai maka maskapai harus mengembalikannya selambat lambatnya 15 hari kerja setelah pengaduan dan apabila pembayaran yang penumpang lakukan dengan kartu kredit atau debet selambat lambatnya 30 hari setelah pengajuan.
Pada prakteknya pengembalian dana bisa kita lakukan lebih cepat misalnya PT Kereta Api Indonesia yang telah melakukan pengembalian dana dalam 3 hari dari semula 45 hari. Cepatnya pengembalian dana sangat berpengaruh terhadap pemulihan kerugian yang kita derita karena bagi konsumen yang mempunyai uang terbatas, pengembalian uang sangat berguna baginya maupun keluarganya.
Jadi di era teknologi perbankan sekarang seharusnya pengembalian dana hanya hitungan detik dan tidak perlu berhari hari atau berbulan bulan.
Pada transaksi online pengembalian dana sering mereka lakukan bukan ke rekening bank atau kartu kredit pembeli tetapi pembeli akan mereka paksa untuk membuka sistem pembayaran elektronik (uang elektronik) yang sudah mereka wajibkan pada pengelola platform karena pengembalian dana akan mereka lakukan ke sistem pembayaran elektronik tersebut.
Hal ini sangat merugikan konsumen karena konsumen tidak dapat menggunakan uangnya untuk membeli barang yang kita butuhkan di tempat lain.
Transaksi Jual Beli
Pada dasarnya hanya transaksi jual beli yang tidak sempurna pelaksanaannya yang bisa melakukan refund namun sudah menjadi kebiasaan pelaku usaha memuat klausula baku “barang yang sudah kita beli tidak dapat kita kembalikan atau untuk melakukan tukar” padahal ada kemungkinan barang tersebut ada cacat produksi, tidak berfungsi atau pemanfaatannya tidak sesuai dengan yang mereka promosikan.
Klausula baku seperti itu bertentangan dengan pasal 18 UU Perlindungan Konsumen khusunya pasal 1 huruf c yang menyatakan “1. Pelaku Usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang mereka tunjukan untuk di perdagangkan melarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan atau perjanjian apabila c) menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang sudah kita bayarkan atas barang dan/atau jasa yang konsumen beli.”
Bentuk lain dari aturan yang “melarang” pengembalian dana bisa kita temui pada transaksi online pemesanan hotel dan tiket pesawat sehingga konsumen sudah mereka beritahukan terlebih dulu bahwa tiket dengan harga tertentu “non refundable” atau sering juga di toko ritel untuk barang barang promo juga yang sudah menerapkan “tidak dapat tukar atau mengembalikan”. Terhadap klausula seperti ini konsumen harus cermat dalam menentukan jadi tidaknya bertransaksi.
Ada juga ritel yang memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menukar barang misalnya karena berubah pikiran, salah ukuran, warna maupun model, namun apabila ingin menukarkan ternyata barang sejenis tidak ada sehingga toko ritel memberikan voucher senilai barang dan bukan pengembalian dalam bentuk uang
Dengan maraknya transaksi online maka besar kemungkinan terjadi pembatalan transaksi dan mengingat kebutuhan konsumen atas barang yang kita butuhkan maka pengembalian uang harus cepat dan segera melakukan pengembalian kepada rekening asal konsumen membayar bukan mengembalikannya ke uang elektronik pengelola platform atau dalam bentuk lain seperti voucher yang hanya bisa kita gunakan di platform tersebut.
Regulasi Permerintah Hubungan
Regulasi2 yang sudah ada sebelumnya yang mengatur tentang refund berupa pengembalian uang tidak bisa kita kesampingkan dan regulasi baru tidak boleh meniadakan penggantian pengembalian uang.
Kalaupun karena situasi tertentu seperti Covid 19 sehingga mengeluarkan regulasi seperti Permenhub 25 tahun 2020 maka pengembalian uang sebagai kompensasi refund haruslah yang pertama dan terutama barulah jika ada pilihan lain bisa mereka atur selanjutnya.
Sehingga menarik dalam Permenhub 25 tahun 2020 tersebut untuk pembatalan pengangkutan dengan kereta api dan kapal laut pilihan pertama kompensasi adalah pengembalian uang barulah kemudian penjadwalan ulang.
Perubahan rute dan penggantian dengan voucher sementara untuk kompensasi pembatalan penerbangan tidak ada pilihan pengantian dengan uang sehingga terlihat adanya diskriminasi bagi pemakai transportasi udara.
Ketiadaan pilihan pengembalian berupa uang telah merugikan sebagian besar konsumen apalagi sebelum Permenhub No 25 tahun 2020 mengeluarkan, hampir semua maskapai menerapkan refund dengan penjadwalan ulang, perubahan rute ataupun penggantian dengan voucher.
Perlu kita ingat penerapan. Permenhub 25 tahun 2020 hanya berlaku untuk penerbangan pada 24 April 2020 hingga 31 Mei 2020 dan untuk penerbangan dalam rangka mudik.
Sebagaimana maksud dan tujuan yang permenhub buat tersebut yaitu melarang masyarakat untuk mudik. Pertanyaannya bagaimana memilah tiket yang akan kita gunakan untuk mudik atau liburan atau keperluan lain selain mudik ? Karena dalam periode 24 April 2020 sd 31 Mei 2020 penumpang angkutan udara pastilah beragam.keperluannya dan bukan hanya dalam rangka mudik.
Bagi konsumen yang tingkat ekonominya tinggi penjadwalan ulang dan penggantian dengan. Voucher mungkin tidak masalah karena mereka masih bisa menjadwal ulang liburannya dengan hari lain atau bagi konsumen yang melakukan perjalanan dinas dan sudah kantor biayai maka bisa melakukan jadwal ulang.
Namun bagi konsumen yang tingkat ekonominya rendah pengembalian dalam bentuk uang sangat mereka perlukan apalagi dalam masa. Covid 19 sehingga uang tersebut bisa mereka gunakan untuk keperluan lain.
Karena itu yang kita perlukan adalah regulasi yang mengatur jangka waktu pemulihan kerugian konsumen akibat pembatalan transaksi. Sehingga membuat aturan yang memudahkan dan mempercepat pengembalian dana.