Proses penyatuan PERADI yang mulai digagas kembali, sangatlah baik. Dengan segala kerumitan teknis, namun dibungkus niatan baik, hasilnya mudah-mudahan manis. Semanis cinta pada pandangan pertama, eh pernikahan, ehhhhh. Sekelas negara saudara yang berpisah, dalam catatan sejarah bisa dan pernah bersatu. Apalagi organisasi advokat juga punya sejarah perpecahan panjang dan penyatuan kembali pula.
- [Virtual Event] [Talkshow] What Next? Masa Depan Ganja medis di Indonesia pasca keputusan CND
- [Free Webinar] [BHR Institute] Pembangunan Indonesia Pasca Pandemi Covid-19: Pemulihan Ekonomi VS Keberlanjutan ?
- [PKPA Online 2021] Dapatkan Diskon Khusus Pandemi sebesar Rp. 1.000.000. Daftarkan diri di PKPA PERADI Online 2021 sekarang!
- Dapatkan Kabar Terbaru dari NgertiHukumID melalui Telegram
- Dapatkan Kabar Terbaru dari NgertiHukumID Melalui Whatsapp
Seperti kata anak muda, ‘Ndak semua mantan harus dibuang pada tempatnya’’. Tapi di luar proses itu, perhatian juga harus diberikan kepada negara. Persatuan organisasi advokat tadi, kalau terjadi, rasanya tak akan mungkin lama, kalau negara tak turut serta di dalamnya.
Kuncinya ada di Kemenkumham dan MA. Jangan beri insentif untuk pembentukan organisasi profesi advokat baru dan pengangkatan advokat baru oleh organisasi lain selain PERADI. Pembentukan organisasi dalam rangka berserikat dan berkumpul monggo saja ada, namun untuk organisasi ini melakukan fungsi negara dalam UU Advokat, tidaklah diperkenankan.
Putusan MK kemarin (35/PPUXVII/2018) dalam pertimbangannya sudah menegaskan bahwa PERADI yang punya otoritas untuk menjalankan UU Advokat. MA dan Pemerintah tinggal berlindung di balik ini saja.
Pertanyaan terbesarnya, sudikah? Tapi logisnya memang, sebelum mereka ditanyakan hal itu, penyatuannya terjadi dulu.
Semoga!
Bobby R. Manalu, Advokat alumnus Univ. Gadjah Mada. Partner pendiri Siregar Setiawan Manalu Partnership (SSMP). Sesekali menulis—sambil belajar. Tulisan bukan representasi tempat dirinya bekerja.