Organisasi Advokat: Single Bar Tidak Selalu Wadah Tunggal

admin

Organisasi Advokat Single Bar Tidak Selalu Wadah Tunggal

Organisasi Advokat pada beberapa waktu terakhir telah tersebar luas opini dari salah satu pihak petinggi organisasi advokat. Tentang ajakan untuk mengembalikan bentuk. Organisasi Advokat yang ada saat ini untuk kembali menjadi single bar.

Salah satu alasan perlunya. Organisasi Advokat dalam bentuk single bar adalah menurutnya dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat) mengamanatkan demikian.

Dengan menyebutkan bahwa. “Penyatuan (Organisasi Advokat) dalam pandangan kami adalah dalam rangka mewujudkan dan menegaskan kembali model organisasi advokat “single bar”. Sebagaimana sudah kita amanatkan oleh UU Advokat”.

Opini tersebut jelas bedasarkan atas bunyi Pasal 28 ayat (1) UU Advokat yang memuat ketentuan bahwa. “Organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah profesi. Advokat yang bebas dan mandiri yang dapat mereka bentuk sesuai dengan ketentuan. Undang-Undang ini dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi Advokat”.

Untuk memahami Pasal-Pasal dalam suatu Undang-Undang memang memerlukan ketelitian dan kecermatan yang lebih. Karena tidak hanya secara tektual, tetapi juga harus memahaminya secara kontekstual, biar tidak menyebarkan opini yang sesat.

Artinya dalam konteks permasalahan ini, perlu kita cermati kembali secara mendalam apakah benar. Pasal 28 ayat (1) UU Advokat tersebut memuat amanat penyatuan organisasi advokat menjadi single bar, atau original intent dari eksisnya.

Pasal tersebut memang belum begitu kita pahami secara benar arti frasa wadah tunggal oleh penggagas single bar dalam arti mutlak atau seluruh atau sebagian.

Tahap Implementasi

Pada tahap implementasi, pada umumnya undang-undang memang masih memerlukan penjelasan yang lebih rinci/detil melalui peraturan pelaksanaannya. Selain itu melalui putusan yang sudah mereka hasilkan berdasarkan pemeriksaan persidangan. Mahkamah Konstitusi sebagai the sole interpreter of constitution dan the guardian of the constitution. Sehingga tidak jarang menyampaikan pendapat hukumnya mengenai makna yang sesungguhnya dari keberadaan suatu Pasal dalam undang-undang.

Dalam issue ini-pun demikian, melalui pertimbangan hukum Putusan Nomor 014/PUU-IV/2006. Sehingga putusan Nomor 66/PUU-VIII/2010. Mahkamah Konstitusi “meluruskan” pemahaman atas ketentuan yang mereka maksud wadah tunggal dalam Pasal 28 ayat (1) UU Advokat.

Berdasarkan fakta persidangan Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa dengan membentuknya. Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI). Organisasi Advokat yang eksis pada saat itu tidak serta-merta mereka bubarkan, atau tiadakan, atau membubarkan diri, melainkan tetap eksis menjadi. Organisasi Advokat yang tergabung dalam wadah PERADI.

Hanya saja dalam hal membuat kode etik, menguji, mengawasi, dan memberhentikan. Advokat adalah menjadi kewenangan dari PERADI, selain dari pada itu maka kewenangannya ada pada Organisasi Advokat yang Pembentuk PERADI.

Hal tersebut mereka pertegas kembali oleh Mahkamah Konstitusi yang menyebutkan bahwa. “Tidak menutup kemungkinan adanya wadah profesi advokat lain yang tidak menjalankan 8 (delapan) kewenangan (melaksanakan PKPA, pengujian calon advokat, pengangkatan advokat, membuat kode etik, membentuk. Dewan Kehormatan, membentuk Komisi Pengawas, melakukan pengawasan, dan memberhentikan advokat). Berdasarkan asas kebebasan berkumpul dan berserikat menurut Pasal 28 dan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945.”

Pertimbangan Mahkamah Konstitusi

Berikut ini merupakan pertimbangan lengkap dari Mahkamah Konstitusi mengenai issue yang kami uraikan tersebut:

Pertimbangan Hukum Dalam Putusan No: 014/PUU-IV/2006Pasal 28 Ayat (1) UU Advokat yang arahnya menuju “single bar organization”, tetapi dari fakta persidangan menurut keterangan PERADI dan delapan organisasi yang mengemban tugas sementara.

Organisasi Advokat sebelum organisasi dimaksud terbentuk [vide Pasal 32 Ayat (3) dan Ayat (4) UU Advokat], yakni Ikadin, AAI, IPHI, SPI, HAPI, AKHI, HKHPM, dan APSI, kedelapan organisasi pendiri. PERADI tersebut tetap eksis namun kewenangannya sebagai organisasi profesi. Advokat, yaitu dalam hal kewenangan membuat kode etik, menguji, mengawasi, dan memberhentikan. Advokat [vide Pasal 26 Ayat (1), Pasal 3 Ayat (1) huruf f, Pasal 2 Ayat (2), Pasal 12 Ayat (1), dan Pasal 9 Ayat (1) UU Advokat], secara resmi kewenangan tersebut telah menjadi kewenangan PERADI yang telah terbentuk.

Adapun kedelapan Organisasi Advokat pendiri PERADI tetap memiliki kewenangan selain kewenangan yang telah menjadi kewenangan PERADI, sehingga tidak dapat dikatakan bahwa Pasal 28 Ayat (1) UU. Advokat meniadakan eksistensi kedelapan organisasi, yang karenanya melanggar prinsip kebebasan berserikat dan berkumpul sebagaimana diatur UUD 1945 (vide Putusan Mahkamah Nomor 019/PUU-I/2003).

Dengan demikian, dalil Pemohon yang menyatakan bahwa Pasal 28 Ayat (1) UU Advokat bertentangan dengan UUD 1945 tidak beralasan.Ketentuan Pasal 5 Ayat (1) UU Advokat yang memberikan status kepada. Advokat sebagai penegak hukum yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan menunjukkan bahwa karena kedudukannya itu diperlukan suatu organisasi yang merupakan satu-satunya wadah profesi.

Advokat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Ayat (1) UU Advokat. Karena, Pasal 28 Ayat (1) UU Advokat menyebutkan. ”Organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah profesi. Advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan. Undang-Undang ini dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi Advokat”, maka organisasi PERADI sebagai satu-satunya wadah profesi.

Advokat pada dasarnya adalah organ negara dalam arti luas yang bersifat mandiri (independent state organ) yang juga melaksanakan fungsi negara (vide Putusan Mahkamah Nomor 066/PUU-II/2004). Bahwa penyebutan secara eksplisit nama delapan organisasi yang tercantum dalam Pasal 32 Ayat (3) pada. Pasal 33 UU Advokat tidaklah menyalahi hakikat suatu aturan peralihan yang oleh ahli dari. Pemohon dianggap memihak kelompok tertentu, melainkan hanya untuk mengukuhkan fakta hukum tertentu (legal fact) yang ada dan peralihannya ke dalam fakta hukum baru menurut UU Advokat.
Pertimbangan Hukum dalam Putusan No: 66/PUU-VIII/2010Mahkamah telah memberikan pertimbangan, antara lain. “Bahwa ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU Advokat yang memberikan status kepada. Advokat sebagai penegak hukum yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan menunjukkan bahwa karena kedudukannya itu diperlukan suatu organisasi yang merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat.

Karena Pasal 28 ayat (1) UU Advokat menyebutkan, Organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini, dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi Advokat, maka organisasi PERADI sebagai satu-satunya wadah profesi.

Advokat pada dasarnya adalah organ negara dalam arti luas yang bersifat mandiri (independent state organ) yang juga melaksanakan fungsi negara (vide Putusan Mahkamah Nomor 066/PUU-II/2004)”.

Satu-satunya wadah profesi Advokat sebagaimana dimaksud dalam UU Advokat adalah satusatunya wadah profesi Advokat yang memiliki wewenang untuk melaksanakan pendidikan khusus profesi Advokat [Pasal 2 ayat (1)], pengujian calon Advokat [Pasal 3 ayat (1) huruf f], pengangkatan Advokat [Pasal 2 ayat (2)], membuat kode etik [Pasal 26 ayat (1)], membentuk Dewan Kehormatan [Pasal 27 ayat (1)], membentuk Komisi Pengawas [Pasal 13 ayat (1)], melakukan pengawasan [Pasal 12 ayat (1)], dan memberhentikan Advokat [Pasal 9 ayat (1), UU Advokat].

UU Advokat tidak memastikan apakah wadah profesi advokat lain yang tidak menjalankan wewenang-wewenang tersebut berhak untuk tetap eksis atau tetap dapat dibentuk.

Memperhatikan seluruh ketentuan dan norma dalam UU Advokat serta kenyataan pada wadah profesi Advokat, menurut Mahkamah, satu-satunya wadah profesi. Advokat yang dimaksud adalah hanya satu wadah profesi. Advokat yang menjalankan 8 (delapan) kewenangan a quo, yang tidak menutup kemungkinan adanya wadah profesi advokat lain yang tidak menjalankan 8 (delapan.

Kewenangan tersebut berdasarkan asas kebebasan berkumpul dan berserikat menurut Pasal 28 dan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945. Hal ini diperkuat dengan fakta bahwa dalam pembentukan PERADI, 8 (delapan) organisasi advokat yang ada sebelumnya tidak membubarkan diri dan tidak meleburkan diri pada PERADI.