Memahami Hak Imunitas Advokat: Sebuah Catatan Kecil

admin

Updated on:

Memahami Hak Imunitas Advokat = Sebuah Catatan Kecil

Keberadaan advokat sebagai penegak hukum telah diatur dalam Pasal 5 UU No. 18 Tahun 2003 tentang advokat. Sesuai dengan perannya “advokat berstatus sebagai  penegak hukum bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan.” Sebagai konsekuensi bentuk dari negara hukum dimana negara menuntut adanya jaminan kesetaraan bagi setiap orang dihadapan hukum  (equality before the law). Oleh karena itu konstitusi juga menentukan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan , dan kepastian hukum yang adil di mata hukum.

Disamping lembaga peradilan dan instansi penegak hukum lainya seperti polisi dan kejaksaan, melalui jasa hukum yang diberikannya, advokat menjalankan tugas profesinya demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk kepentingan masyarakat pencari keadilan, termasuk usaha memberdayakan masyarakat untuk memahami hak-hak fundamental mereka dihadapan hukum.

Advokat sebagai salah satu sistem peradilan merupakan pilar dalam penegakan supremasi hukum dan hak asasi manusia.

Menurut Lawrence M Friedman, sistem hukum terdiri dari 3 elemen yaitu  substansi, struktur, dan budaya hukum . Sedangkan advokat sebagai bagian dari struktur hukum yang juga menjadi subyek hukum memiliki peranan penting dalam sistem peradilan pidana dan penegakan hukum pidananya.

Penegakan hukum pidana idelanya memang harus melibatkan semua komponen penegak hukum (polisi,jaksa, hakim) dan advokat sebagai representasi dari masyarakat pencari keadilan. Sehingga terciptalah sistem peradilan pidana terpadu (integrated criminal justice system) .

Namun peran advokat sebagai penegak hukum tersebut sebagian masih ditafsirkan sumir , mengingat ciri khas dari penegak hukum menurut Pasal 1 United Nation Code Of Conduct for Law enforcement Official adalah memiliki kewenangan untuk menangkap dan menahan, sedangkan tugas advokat justru membebaskan, meringankan, dan mengubah atau menghindari dari segala tuntutan terhadap kliennya.

Untuk menganulir penafsiran ini maka, Perdebatan mengenai peran advokat sebagai penegak hukum telah dikuatkan dalam UU Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum yang menegaskan peran advokat adalah sebagai Pemberi Bantuan Hukum dalam sistem peradilan pidana. Sedangkan bentuk pemberian bantuan hukum dapat ditujukan kepada pelaku maupun korban. Keseluruhan tugas Advokat ataupun penasehat hukum juga diatur dalam KUHAP dan UU advokat.

Seiring perkembangan perubahan sosial, faktor yang mempengaruhi bekerjanya sistem hukum dalam masyarakat terjadi bukan hanya dipengaruhi oleh sistem internal hukum itu sendiri, namun juga bisa dipengaruhi oleh kekuasaan, ekonomi dan budaya dalam masyarakat. Hal – hal inilah yang berpotensi menimbulkan penyimpangan dari pencarian keadilan itu sendiri. Oleh karenanya peran advokat sebagai penegak hukum non pro justitia yang bukan bagian dari pemerintah, itu sangat diperlukan sebagai satu kesatuan sistem penegakan hukum. Sehingga adalah menjadi konsekuensi logis sebagai profesi yang mandiri, peran advokat dilindungi oleh konstitusi lebih tepatnya Pasal 17 UU 18 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa “advokat tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata dalam menjalankan profesinya” atau yang sering kita kenal sebagai Hak Imunitas.

Sehingga terhadap beberapa contoh perkara yang telah menjerumuskan advokat dalam menjalankan tugasnya melakukan pembelaan dan pendampingan terhadap kliennya adalah sebuah bentuk tindakan kriminalisasi dan tidak patuhnya aparat penegak hukum terhadap mekanisme penegakan hukum yang menjadi ruang kerjanya aparat itu sendiri.