Seiring dengan berkembangnya zaman. Teknologi penerbangan pada saat ini sudah mulai mengembangkan dan mengaplikasikan teknologi pesawat tanpa awak atau yang biasa dikenal dengan sebutan drone.
Drone termasuk kedalam kategori pesawat udara tanpa awak yang dimana pergerakannya diatur dalam. PM Nomor 90 Tahun 2015 tentang Pengendalian Pengoperasian Pesawat Udara Tanpa Awak di Ruang Udara yang Dilayani Indonesia.
Aturan ini juga terkait dengan peraturan lainnya, seperti misalnya UU Penerbangan. PP Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan. Peraturan menteri ini disahkan oleh Ignasius Jonan selaku menteri Perhubungan RI di Tahun 2015.
Operasional drone memiliki berbagai macam fungsi namun mayoritas penggunaannya digunakan untuk kepentingan militer seperti pengawasan perbatasan negara, pelacakan human trafficking dan serta pemberantasan terorisme.
Lalu bagaimana jika penggunaan drone dilakukan untuk keperluan non-militer, dengan contoh seperti penggunaan kamera terbang ini untuk keperluan pemantauan wilayah pertanian, pelacakan satwa, pemetaan wilayah atau penyemprotan hama, apakah operator drone harus mendapatkan izin terlebih dahulu? dan jika diizinkan apakah terdapat aturan khusus untuk pengoperasionalannya.
Tentu saja jika kita ingin menerbangkan kamera terbang untuk keperluan non-militer maka kita harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari otoritas yang berwenang. Dalam hal ini otoritas yang berwenang adalah dirjen perhubungan udara.
Hal pertama yang harus dilakukan jika kita ingin mendapatkan izin untuk menggunakan kamera terbang itu harus terlebih dahulu mendaftarkan/mengajukan perizinan kepada direktur jenderal perhubungan udara yang dilakukan selambat-lambatnya 14 hari sebelum pengoperasian kamera terbang dilaksanakan.
Jika sudah mendapatkan izin dari direktur jenderal perhubungan udara, langkah selanjutnya adalah menetapkan spot (wilayah) pengoperasian drone atau menentukan flight plan (rencana jalur penerbangan), dan operator drone harus segera berkoordinasi dengan unit pelayanan navigasi penerbangan yang bertanggung jawab atas ruang udara.
Zona yang tidak boleh untuk pengoperasian drone
Sehingga tempat yang akan dilakukannya pengoperasian drone tersebut, agar tidak terjadi pelanggaran zona larangan terbang yang dimana sudah ditentukan di dalam pasal 2 PM Nomor 90 tahun 2015. Di dalam peraturan menteri Nomor 90 tahun 2015 dijelaskan bahwa terdapat 3 zona yang harus dihindari untuk pengoperasian drone, yaitu:
1. Kawasan udara terlarang
Kawasan udara terlarang (prohihited area), yaitu ruang udara tertentu di atas daratan dan/atau perairan. Dengan pembatasan yang bersifat permanen dan menyeluruh bagi semua pesawat udara.
2. Kawasan udara terbatas
Kawasan udara terbatas (restricted area), yaitu ruang udara tertentu di atas daratan dan perairan dengan pembatasan bersifat tidak tetap. Sehingga hanya dapat digunakan untuk operasi penerbangan negara dan pada waktu tidak digunakan (tidak aktif). Kawasan ini dapat dipergunakan untuk penerbangan sipil.
3. Kawasan keselamatan operasi penerbangan (KKOP) suatu bandar udara
Kawasan keselamatan operasi penerbangan yaitu sebuah wilayah daratan atau perairan. Serta ruang udara di sekitar bandar udara yang digunakan untuk kegiatan operasi penerbangan dalam rangka menjamin keselamatan penerbangan.
Perlu juga untuk kita ketahui selain dari 3 wilayah terlarang yang telah dijelaskan diatas. Terdapat juga ketentuan mengenai zona wilayah dan ketinggian pengoperasian drone.
Hal ini juga diatur dalam pasal 2 PM nomor 90 tahun 2015 yang menjelaskan bahwa mengenai batas ketinggian pengoperasian Sebuah sistem pesawat udara tanpa awak (drone). Tidak diperbolehkan untuk beroperasi pada ketinggian lebih dari 500 ft (150 m). Pada wilayah ruang udara yang telah ditetapkan memiliki jalur lalu lintas udara.
Terakhir, ada satu hal lagi yang perlu diketahui oleh operator drone sebelum melaksanakan pengoperasian pesawat tanpa awak. Operator drone diharuskan terlebih dahulu untuk melampirkan surat izin dari institusi yang berwenang dan Pemerintah Daerah. Yang wilayahnya akan di gunakan untuk mengoperasionalkan drone.
Jika ada operator drone yang ketahuan melakukan pengoperasian tanpa mendapatkan izin dari direktur jenderal perhubungan udara dan izin dari pemerintah daerah. Maka operator drone dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Bahkan jika pesawat tanpa awak tersebut terdeteksi oleh radar. TNI-AU di wilayah zona larangan terbang maka tidak menutup kemungkinan. Drone yang digunakan oleh operator akan ditembak jatuh oleh pihak TNI-AU. Kejadian ini terjadi karena hal tersebut dianggap sebagai ancaman terhadap kedaulatan udara negara kesatuan republik Indonesia.