Entah Titus itu film kartun Indonesia ke berapa yang tayang di bioskop tetapi untukku, Titus adalah film kartun Indonesia keempat yang kulihat di layar lebar. Sebelumnya, aku melihat Homeland karya Studio Kasatmata (Yogyakarta) di Pusat Perfilman H Usmar Ismail (PPHUI). Kemudian Meraih Mimpi karya Infinite Frameworks (Batam) di bioskop, Battle of Surabaya karya MSV Pictures di bioskop, dan akhirnya Titus karya MNC Animation.
Selain itu, saya juga menonton Knight Kris karya Viva Fantasia Animation namun karena melewatkan jadwal tayang di bioskop, akhirnya hanya puas melihatnya di televisi (jika tak salah ingat saat lebaran kah?).
Saya sempat ragu apakah ini film Indonesia di sepanjang film hingga akhirnya saya harus melihat credit title. Sutradaranya bernama seperti orang India sementara penulisnya seperti seorang non-Asia. Tetapi di luar itu, para animatornya adalah orang-orang Indonesia walau kadang ada nyelip nama India. Tentu saja kita bisa berdebat apakah ini “film Indonesia” tetapi saya memilih untuk menganggapnya sebagai film Indonesia.
Salah satu kelemahan dari animasi-animasi Indonesia yang pernah saya tonton adalah mereka hebat dalam detail tekstur (detail Meraih Mimpi buatan Infinite Frameworks jauh lebih keren daripada Upin Ipin di masa yang sama). Tetapi kurang luwes dalam menggerakkan karakter-karakternya.
Selain itu, Berbagai karakternya selalu dianggap sebagai karakter orang, bukan sebagai karakter kartun. Ketika adegan lawak atau lelucon, cenderung diperlihatkan seperti para komedian melawak bukan aksi teatrikal kartun. Alhasil walaupun memiliki plot yang menarik, film-film kartun tersebut terjebak menjadi cenderung membosankan saat ditonton.
Para animator Titus tampaknya belajar untuk tidak mengulangi kesalahan itu. Saya terkejut begitu banyak detail-detail teatrikal kartun. Misalnya, pada adegan salah satu tokoh keluar dari kereta kuda. Menggambarkan tubuhnya begitu gemuk sehingga sang tokoh harus berusaha keras untuk keluar. Dengan demikian, dibandingkan film-film kartun sebelumnya, Titus lebih bisa dinikmati oleh anak-anak.
tEMA ANIMASI INDONESIA ZAMAN DAHULU
Tema Titus juga tak biasa dalam dunia animasi Indonesia bahkan dalam juga tak biasa dalam dunia perfilman Indonesia. Sebagai perbandingan berikut tema-tema animasi Indonesia terdahulu:
- Homeland bertemakan fantasi
- Meraih Mimpi bercerita tentang usaha melepaskan diri dari perjodohan paksa
- Knight Kris tema Fantasi tetapi meminjam sedikit budaya
- Battle of Surabaya bertemakan anti perang (walau menurutku sebenarnya gagap dan gagal menyampaikan pesan ini).
Titus bercerita tentang kecintaan pada sains dan impian menggunakan sains untuk mengubah dunia menjadi lebih baik.
Yang mengejutkan, di awal cerita, narasi mengisahkan bagaimana para kapitalis jahat memonopoli penyediaan sumber energi dan mengabaikan lingkungan. Kemudian muncul mitos penelitian ‘Enygma’, sumber energi misterius (tentu saja fiktif) berperan, namun konon dimusnahkan para kapitalis.
Titus, tokoh utama seorang loper koran yang tak asing dengan dunia jurnalisme dan bercita-cita menjadi detektif, bekerja sama dengan seorang wanita ahli teknik dan seorang pesulap berusaha memecahkan misteri mainan yang mungkin memiliki petunjuk tentang Enygma.
Nah, kapan terakhir kali ada film Indonesia yang mengajak anak mencintai teknologi. Bukan untuk menjadikan diri anak menjadi sosok ‘sempurna’ ala film motivasi melainkan untuk mengubah dunia menjadi lebih baik.
Memang, enygma adalah fiktif belaka namun ambisi ilmuwan untuk menemukan teknologi sumber energi yang lebih bersih adalah nyata dan film Titus mungkin bisa menanamkan impian yang sama ke dalam alam bawah sadar anak-anak Indonesia.